"Angin bisa berbisik lembut, bisa juga mengamuk garang—tenang dan beringas dalam satu nafas."
LIANHUA
Sejak kecil, Lianhua tahu bahwa keluarganya berbeda. Mereka bukan sekadar orang biasa, melainkan keturunan dukun yang kemampuannya diwariskan turun-temurun. Darah mereka terikat oleh kepercayaan kuno, doa-doa berbisik di antara nyala dupa, dan hubungan erat dengan dunia yang tak kasat mata.Ayahnya, Robert Lim, seorang pengusaha keturunan Tionghoa-Indonesia yang percaya pada kekuatan spiritual, dipertemukan dengan dunia ini oleh seseorang yang mengenalkannya pada seorang dukun besar—media dari Fei Lian, sang dewa angin, dan Feng Po Po, sang dewi badai. Kala itu, Robert sedang mencari perlindungan untuk usahanya yang terancam bangkrut. Dia melakukan perjalanan jauh ke sebuah kuil kuno di China, tempat di mana dupa selalu menyala dan suara mantra mengalun di udara.Di sanalah ia bertemu Meihua, seorang perempuan yang berwibawa dan misterius, yang matanya seolah mampu menembus jiwa. Meihua bukan hanya seorang dukun; ia adalah wadah, tubuh yang dipinjam oleh para dewa untuk berbicara dengan dunia manusia. Robert terpikat, bukan hanya oleh kekuatan yang dimiliki Meihua, tetapi juga oleh ketenangan dan keyakinannya yang tak tergoyahkan. Mereka pun menikah, dan dari pernikahan itu lahirlah seorang anak perempuan: Lianhua, yang oleh orang asing sering dipanggil Magdalena (Lena), sebuah nama yang lebih mudah diterima di tanah air ayahnya.Lianhua tumbuh dengan kehidupan yang terbelah antara dua dunia—antara Indonesia dan China, antara dunia modern dan dunia mistis, antara seorang manusia biasa dan seorang penerus garis keturunan dukun besar. Keluarga mereka memiliki dua kuil: satu di tanah kelahiran Meihua di China, dan satu lagi di Indonesia. Lena sering berpindah di antara keduanya, menjaga tempat-tempat suci itu, memastikan api dupa tak pernah padam, dan menjaga hubungan dengan para dewa.Namun, ada satu hal yang membuat Lena berbeda dari para pendahulunya.Sejak kecil, ia merasakan sesuatu yang tak dimiliki oleh siapa pun di keluarganya. Angin berbicara padanya.Saat berusia lima tahun, ia berlari di halaman kuil, tertawa dalam kebahagiaan seorang anak yang belum mengenal beban dunia. Tiba-tiba, dedaunan kering di tanah berputar mengikuti gerakan tangannya. Semilir angin menari di sekelilingnya, bukan sembarang angin, melainkan angin yang menurut pada kehendaknya.Sang nenek, seorang dukun tua yang telah melihat banyak hal dalam hidupnya, menyaksikan kejadian itu dengan mata membelalak. Ini bukan sekadar bakat spiritual seperti yang diwarisi keluarganya. Lianhua bukan hanya seorang media—ia adalah titisan.Ia adalah titisan Fei Lian, dewa angin yang liar dan tak terbendung.Angin adalah senjatanya. Angin adalah pelindungnya.Seiring berjalannya waktu, kekuatannya semakin tumbuh. Ia bisa membuat angin berputar di sekelilingnya saat marah, bisa menenangkan badai dengan desahan napasnya, dan bisa melayangkan benda-benda ringan hanya dengan menggerakkan jarinya. Tapi kekuatan ini juga datang dengan beban—karena seorang titisan dewa bukan hanya berkah, tetapi juga tanggung jawab.Kini, Lianhua berdiri di antara dua dunia, mencari takdirnya sendiri. Apakah ia akan menjadi penjaga keseimbangan, ataukah angin yang membawanya akan berubah menjadi badai yang mengguncang segalanya?
“Mari bermain denganku.”
MAGDALENA (LENA)
Nama | Magdalena Lim |
Nama Cina | 莲花 (Lianhua) |
Tanggal Lahir | 1 Agustus 1998 |
Tempat Lahir | 崂山, Laoshan |
Pekerjaan |